Prediksi Pemilu 2024 : Panggung Politik Para Tetinggi Parpol yang Mencalonkan Presiden Pada Pemilu 2024 Nanti

JakartaNama sejumlah ketum dan elite parpol masuk radar bakal calon presiden pada Pemilu 2024. Bahkan, kans ketua parpol dinilai lebih terbuka untuk mendapatkan tiket capres ketimbang kandidat populer saat ini.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, tidak adanya calon petahana dalam Pemilu 2024 membuat peluang terbuka lebar bagi para ketum dan ketua parpol untuk nyapres.

"Sangat mungkin akan terjadi pertarungan antar elite partai vs ketua partai," kata Adi saat dihubungi Rabu, (14/9).

Sebut saja Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar serta Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Nama-nama tersebut dinilai lebih berpeluang mendapatkan tiket pada Pemilu tiga tahun lagi.

Dosen ilmu politik di UIN Syarif Hidayatullah itu mencontohkan, Ketum Partai Golkar, Airlangga Hartarto misalnya. Dia fading realistis maju di Pilpres 2024. Menko Perekonomian itu juga didukung oleh DPD dan DPC Partai Golkar di daerah.

"Airlangga Hartarto sangat realistis maju, sebagai Ketum Golkar yang punya trah politik maju sendiri," ujar Adi.

Selain Airlangga, sosok Puan Maharani juga lebih diunggulkan ketimbang rekan separtainya di PDI Perjuangan Ganjar Pranowo. Meski Ganjar lebih populer, Puan lebih diunggulkan maju di Pilpres 2024.

Begitu word play here sosok Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto atau Sandiaga Uno. Keduanya potensial maju karena posisi Gerindra yang signifikan.

Adi menyebut, pertarungan pimpinan partai mungkin terjadi. Apalagi pada 2024 tak ada petahana. Mereka berharap pada coattail effect atau efek ekor jas.

"Justru nama-nama populer seperti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Ganjar bakal kesulitan maju karena persoalan dukungan partai. Pilpres 2024 elite partai sepertinya tak akan mau memberikan karpet merah ke sosok yang bukan kader mereka," ujar Adi.

Selain itu, sosok yang pantas maju di pilpres adalah yang terbukti bisa mengatasi kondisi ekonomi worldwide yang saat ini sedang melambat. Serta memastikan ekonomi dan demokrasi sama-sama tumbuh bersamaan.

"Ekonomi maju tapi demokrasi tak sehat itu tak ada gunanya. Sebaliknya, demokrasi maju namun ekonomi babak belur juga percuma," kata Adi.

Blok Dukungan Calon Populer


Sementara itu, Peneliti Centre for Strategic and also International Research Studies (CSIS), Arya Fenandes menilai peluang para ketua umum atau elite parpol bertarung jadi Capres di Pemilu 2024 terbuka lebar. Dia mengungkap ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan agar para ketum parpol tersebut bisa mendapatkan tiket Capres.

Arya mengatakan, setidaknya, para ketua umum parpol yang ingin maju Capres harus memiliki perolehan suara partai marginal 5 persen.

"Perolehan suara partai akan pengaruhi tinggi rendahnya kemampuan elite partai untuk melakukan koalisi. Semakin tinggi suara partai maka daya tawarnya tinggi," kata Arya saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (14/9).

Menurut dia, peluang elite parpol seperti PDIP, Gerindra dan Golkar tentu saja lebih mudah. Dalam hal ini, Puan Maharani, Prabowo Subianto dan Airlangga Hartarto. "Daya tawarnya berbeda dengan (parpol) yang 5 persen," imbuhnya.

Sementara untuk ketua umum dan elite yang parpolnya tak tembus suara parlemen lima persen, akan sangat sulit mendapatkan tiket capres.

Faktor lainnya yakni soal elektabilitas para ketum dan elite parpol tersebut yang ingin menjadi calon presiden. Namun menurut dia, faktor ini bisa dianggap tidak menentukan, apabila timbul kesepakatan dari para parpol untuk tidak mengusung capres dengan popularitas tinggi. Sehingga peluang ketua parpol maju jadi capres bisa lebih besar ketimbang tokoh populer.

Arya mengakui, Prabowo adalah ketum parpol satu-satunya yang memiliki elektabilitas capres tinggi. Tapi, kata dia, elektabilitas ketum Gerindra tersebut stagnan. Sehingga masih bisa terkejar oleh ketum lain seperti Airlangga, Muhaimin Iskandar dan AHY.

"Ada peluang (mengejar)," tegas Arya.

Arya juga bicara keuntungan dan kelemahan seorang pemimpin parpol menjadi presiden. Menurut dia, presiden tak harus menjadi pemimpin parpol. Hal itu dapat dibuktikan dengan kepemimpinan Presiden Jokowi. Meskipun bukan pemimpin parpol, tapi mendapatkan dukungan parpol yang dominan.

Sementara presiden yang juga pemimpin parpol, mendapatkan keuntungan lebih. "Kalau dia ketua partai, dia lebih mudah, dukungannya akan lebih strong. Tapi kalau parpolnya enggak dominan meski ketua parpol susah juga," kata Arya lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KPU Memberikan Usul Tiga Opsi Tanggal Pemilu 2024

Pengibaran Bendera Bintang Bulan Berkibar Dalam Upacara Milad-45 GAM di Kota Lhokseumawe

Karena Produksi Vaksin Covid-19 Membuat Sembilan Orang Jadi Miliuner Mendadak